Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SELONG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2019/PN Sel HAJI NASRULLAH KEPALA KEPOLISIAN RESOR LOMBOK TIMUR Cq KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR JEROWARU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 20 Feb. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2019/PN Sel
Tanggal Surat Rabu, 20 Feb. 2019
Nomor Surat 007/K.PP/LO-HN/PN/II/2019
Pemohon
NoNama
1HAJI NASRULLAH
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESOR LOMBOK TIMUR Cq KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR JEROWARU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Bahwa tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan ,penyitaan, penahanan dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan Perundang-Undangan pada dasarnya merupakan tindakan perampasan atas Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan merujuk pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena Praperadilan menjadi suatu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penyidikan dan penuntutan. Hal ini bertujuan agar hukum benar-benar ditegakkan dan Hak Asasi Manusia sebagai Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan tetap terlindungi. Di samping itu, Praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka;--------------------------------------------------------------------------------
  2. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan “Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini, tentang:
  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;---------------------------
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;-------------------------------------------------
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan;------------------
  1. Bahwa selain itu yang menjadi obyek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya, yaitu :--------------------------------------------------------------------------------

“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini tentang” : -------------------------------------

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;-------------------------------------------------------------------------------
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;---------------------------------------------------------
  1. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang secara nyata-nyata melanggar Hak Asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu berdasarkan fakta hukum tersebut, maka muncullah beberapa perkembangan baru yang mengakomodir mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan yang telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara manapun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang pro rakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya, melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamika aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;---------------
  2. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
  1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;---------------------------------------------------------------------------------------------------
  2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;-----------------
  3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012;---------------------------------------------------------------------------------------
  4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;-----------------------------------------------------------------------------------------
  5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;-----------------------------------------------------------------------------------------------
  6. Dan lain sebagainya.
  1. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :--------------------------------------------------------------------------

 

Mengadili

 

Menyatakan :

  1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
    • [dst]
    • [dst]
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;----------
    • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;--------------------------------------------------------------------
  1. Dengan demikian jelas, bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi, bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan;------------------------------------

 

  1. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP Keliru.
  1. Bahwa berawal dari kejadian terjadinya tindak pidana memasuki tanah milik Pemohon tanpa seijin Pemohon yang dilakukan oleh Pelapor pada tanggal 26 Nopember 2018, sehingga atas perbuatan Pelapor tersebut diingatkan oleh Pemohon agar Pelapor menghentikan kegiatannya, akan tetapi justru Pelapor menolak, sehingga atas penolakan dari Pelapor tersebut kemudian secara sepontanitas Pemohon memukul Pelapor dengan tongkat yang sehari-hari dipergunakan oleh Pemohon untuk menopang dirinya;-------------------------------------------------------------------
  2. Bahwa atas perbuatan spontanitas Pemohon yang melakukan pemukulan kepada Pelapor tersebut mengakibatkan Pelapor mengalami luka ringan yang kemudian diobati di Puskesmas Desa Sukaraja, Kecamatan Jerowaru dan berdasarkan hasil diaognase medis dari Dokter yang memeriksa dan mengobat Pelapor pada waktu itu Pelapor diperkenankan untuk pulang, karena luka yang dialami oleh Pelapor tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaannya;-----------------------------------------------------------------------------------------------
  3. Bahwa walau berdasarkan hasil diagnose dokter sebagaimana diuraikan pada poin Nomor 2 tersebut, namun Pelapor tetap meminta untuk dirawat inap walau sudah diijinkan untuk pulang;------------------------------------------------------------------------------------
  4. Bahwa sehari setelah kejadian pemukulan yang dilakukan oleh Pemohon kepada Pelapor tersebut, kemudian dengan serta merta Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/Res.1.1/XII/2018/Sek.Jerowaru. tanggal 27 Nopember 2018;------------------
  5. Bahwa luka yang dialami oleh Pelapor tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaannya, akan tetapi justru Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP;--------
  6. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP merupakan perbuatan sewenang-wenang dan melanggar Hak Asasi Pemohon, karena berdasarkan fakta yang ada, bahwa luka yang dialami oleh Pelapor tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaannya, sehingga secara hukum Termohon seharusnya menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Pasal 352;---------------------------------------------------------------------
  1. Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka Tidak Berdasarkan Minimal 2 (dua) Alat Bukti, Akan Tetapi Berdasarkan “Bukti Permulaan”, Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup”
  1. Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya,  Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;-------------------------------------------
  2. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti;--------------------------------------------------------------
  3. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”------------------------------------------------------
  4. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan minimal 2 (dua) alat bukti;---------------------------------------
  5. Bahwa Pemohon memukul Termohon sebanyak 1 (satu) kali dengan menggunakan tongkat pada tanggal 26 Nopember 2018 dan kemudian Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka sehari setelah pemukulan tersebut, yaitu pada tanggal 27 Nopember 2018 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/Res.1.6/XII/ 2018/Sek.Jerowaru, yang berarti Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka sebelum terpenuhinya 2 (dua) alat bukti, karena untuk terpenuhinya minimal 2 (dua) alat bukti untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka harus didasari dan lengkapi dengan hasil Visum et Revertum tersebut, karena penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon justru ditetapkan sebelum hasil Visum et Revertum tersebut diterbitkan oleh Dokter Puskesmas Sukaraja;-------------------------------------------------------
  6. Bahwa berdasarkan tanggal kejadian dan tanggal Laporan Polisi yaitu tertanggal 26 Nopember 2018 dan kemudian Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka pada tanggal 27 Nopember 2018, maka berdasarkan fakta hukum tersebut, bahwa Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014. MK. Yang mensyaratkan sebelum menetapkan seseorang menjadi Tersangka harus terlebih dahulu diperiksa sebagai Calon Tersangka, sehingga berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/Res.1.6/XII/ 2018/Sek.Jerowaru tanggal 27 Nopember 2018 telah ditemukan fakta hukum, bahwa Pemohon tidak diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon langsung dipanggil sebagai Tersangka oleh Termohon, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon;----------------------------------------------------------------------------------------------------
  7. Untuk itu berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Kepolisian Sektor Jerowaru;---------------------
  8. Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo;-------------------------------------------------------------------------------
  1. Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Berdasarkan Pasal Yang Tidak Tepat, Merupakan Tindakan Kesewenang – Wenangan dan Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum;-----------------------------------------------------------------------------------------------
  1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, Negara pun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan Hak Asasi Manusia serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;--------------------------------------------------------------------------------------------
  2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;----------------------------------------------------------------------------------------
  3. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’;---------------------------------------------------
  4. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas);-----------------------------------------------------------------
  5. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :---------------------
    • ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
    • dibuat sesuai prosedur; dan
    • substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

 Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.-------------------------------------

  1. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :--------------------------------------------
  • “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”---------------------
  • Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.--------------------------------------------------------------------------------------------
  1. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Selong yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan, bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum;------------------------------------------------------------------------------------------
  1. PETITUM

Berdasarkan pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Selong yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :---------------------------------------------------------------------------

  1. Menyatakan permohonan Pemohon Praperadilan diterima untuk seluruhnya;-----------------
  2. Menyatakan bahwa tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak berdasarkan 2 (dua) alat bukti atas dugaan Tindak Pidaya Penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Kepolisian Sektor Jerowaru (Termohon) adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;-------
  3. Menyatakan bahwa tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tanpa diawali dengan pemeriksaan sebagai Calon Tersangka adalah tidak sah dan/atau tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;------------------------------------------------------------
  4. Menyatakan, bahwa tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan/atau tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan/atau;---------------------------------------------------------------
  5. Menyatakan, bahwa Pemohon seharusnya dijadikan sebagai Tersangka berdasarkan Pasal 352 ayat (1) KUHP;-----------------------------------------------------------------------------------------------
  6. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;---------------------------------------------------------------------------------------------------------
  7. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon dan/atau melanjutkan penyidikan berdasarkan Pasal 352 ayat (1) KUHP;----------------------------------------------------------------------------------------------------
  8. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya sepanjang disangkakan berdasarkan Pasal 351 ayat (1);-----------------------------------------------
  9. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku;-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Selong yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.----------------------

 

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Selong yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).------------------------

Pihak Dipublikasikan Ya